27 Juli 2012

Perkembangan Pendidikan Pada Zaman Afklarung




BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
            Pada abad pertengahan, hegemoni antara akal dan iman benar-benar tidak seimbang. Pada abad itu akal kalah total dan iman menang mutlak. Abad ini telah mempertontonkan kelambanan kemajuan manusia, padahal manusia itu sudah membuktikan bahwa ia sanggup maju dengan cepat.
Abad ini juga telah dipenuhi lembaran hitam berupa pemusnahan orang-orang yang berfikir kreatif, karena pemikirannya berlawanan atau berbeda dengan pikiran tokoh gereja. Abad ini tidak saja lamban, lebih dari itu secara pukul rata filsafat mundur pada abad ini jangankan menambah, menjaga warisan sebelumnya pun abad ini tidak mampu.
            Banyak orang yang jengkel melihat dominasi Gereja. Mereka ingin segera mengakhiri dominasi itu. Akan tetapi, mereka khawatir mengalami nasib yang sama dengan kawan-kawannya yang telah dikirim ke akhirat. Sekalipun demikian ada juga pemberani, yang sanggup melawan arus deras itu. Orang itu adalah Rene Descarates.

B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulis adalah untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah Filsafat, selain itu juga ada beberapa tujuan diantaranya :
  • Mengetahui lebih jauh tentang Akal Dan Hati Pada Zaman Modern
  • Untuk menambah wawasan dan pengalaman kami sebagai mahasiswa/ i.

C. Pembatasan Masalah
Karena keterbatasan waktu, pikiran dan tenaga maka kami membatasi tentang Akal dan Hati Pada Zaman Modern

D. Tekhnik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang kami lakukan yaitu studi literature.

E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulsian yang kami lakukan terdiri dari :
  • Bab I. Pendahuluan meliputi Latar Belakang Masalah, Tujuan Penulis, Pembatasan masalah, Teknik pengumpulan data dan Sistematika penulisan.
  • Bab II. Akal dan Hati Pada Zaman Modern terdiri dari Renaissance, Rasionalisme, Idealisme objektif, Idealisme theist, Empirisisme, Pragmatisme, Eksistensialisme.
  • Bab III. Penutup terdiri dari Kesimpulan dan Saran.














BAB II
PEMBAHASAN
A.   RENAISSANCE
            Renaissance berarti “lahir kembali”. Pengertian rilnya adalah manusia mulai memiliki kesadaran-kesadaran baru yang mengedepankan nilai dan keluhuran manusia. Suasana dan budaya berpikirnya memang melukiskan “kembali” kepada semangat awali, yaitu semangat filsafat Yunani kuno yang mengedepankan penghargaan terhadap kodrat manusia itu sendiri.
            Jaman ini lebih merupakan gerakan kebudayaan daripada aliran filsafat. Keluhuran dan kehebatan manusia tampak dalam ungkapan-ungkapan seni hasil karya manusia.
            Politik tidak lagi dipikirkan dalam kaitannya dengan iman dan agama, tetapi dengan politik itu sendiri, sebab politik mempunyai etika dan moralnya sendiri. Etika politik adalah etika kekuasaan, artinya tunduk pada pertimbangan-pertimbangan kestabilan dan keselamatan negara, bangsa, pemerintahan dan kekuasaan.
            Bila abad pertengahan memegang teguh konsep ilmu pengetahuan sebagai rangkaian argumentasi, jaman renaissance merombaknya dengan paham baru, yaitu bahwa ilmu pengetahuan itu adalah soal eksperimentasi. Pembuktian kebenaran bukan lagi pembuktian argumentatif, melainkan eksperimental-matematis-kalkulatif. Tokoh-tokohnya antara lai: Galileo Galilei, Hobbes, Newton, Bacon.
            Boleh disimpulkan bahwa jaman renaissance adalah jaman pendobrakan manusia untuk setia dan konstan dengan jati dirinya. Jaman ini sekaligus menggulirkan semangat baru yang menghebohkan, terutama dalam hubungannya dengan karya seni, ilmu pengetahuan, sastra dan aneka kreativitas manusia yang lain. Di sini filsafat memegang fungsinya yang baru yaitu meletakkan dasar-dasar bangunan pengembangan aneka ilmu alam/ pasti yang merintis hadirnya tekhnologi-tekhnologi seperti yang kita nikmati sekarang ini.

B. RASIONALISME
            Istilah rasionalisme di ambil dari kata dasar “ratio” (Latin) atau “ratiolism “(Inggris) yang berarti akal budi. Sedangkan rasionalisme berarti suatu pandangan filosofis yang menekankan penalaran atau refleksi sebagai dasar untuk mencari kebenaran.
            Rene Descartes adalah tokoh yang pertama kali meletakkan dasar teori rasional dalam wacana filsafat Modern, terutama pada kesadaran budi (akal/rasio) sebagai upaya pencapaian kebenaran (antoposentris). Menurutnya, rasio menjadi sumber dan pangkal segala pengertian, sedangkan budi memegang pimpinan dalam segala pengertian.
            Berpangkal pada sumber rasio, aliran ini berpangaruh besar terhadap perkembangan pemikiran tokoh-tokoh filsafat sesudahnya, diantaranya di Prancis Blaisc Pascal (1623-1662M), Baruch Spinoza di Netherland (1632- 1677M), dan Libnis (1646-1716) di Jerman. Walaupun corak pemikirannya berbeda menurut sudut pandang masing-masing, akan tetapi substansi teorinya yang digunakan sebagai landasan hipotesisnya tetap tunggal yakni rasio.
            Tahap awal rasionalisme yang ditandai oleh empat tokoh besar di atas, lebih menfokuskan pada sikap mereka terhadap cara kerja apriori dan Aposteriori dalam filsafat dan ilmu pengetahuan. Baru pada abad Ke- 20-an cara kerja maupun dasar teoritis ilmu-ilmu di soroti lebih tajam dalam lingkup filsafat. Sebelumnya ilmu pengetahuan didekati dengan hukum dan aturan-aturan yang ketat dan harus dirumuskan dalam suatu teori dari hasil observasi. Dengan kata lain, mereka lebih memusatkan perhatiannya pada hubungan antara teori dengan keterangan observasi, tanpa memperhatikan asal mula dan pertumbuhan teori yang kompleks dalam kajian ilmiah.
            Atas dasar ini, Imre Lakatos mencoba memberikan tawaran metode/teori alternatif di dalam usaha menggarahkan teori sebagai struktur dan program riset dan menentukan kriteria tentang rasionalitas.

C. IDEALISME OBJEKTIF
            Di dalam filsafat, idialisme adalah doktrin yang mengajarkan dunia fisik hanya dapat difahami dalam kebergantungannya pada jiwa (mind), spirit (roh), istilah ini diambil dari “idea” yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Keyakinan in ada Plato. Pada filsafat modern pandangan ini mula-mula kelihatan pada George Berkeley (1685-1753), yang menyatakan hakikat objek-objek fisik adalah idea-idea. Leibniz menggunakan permulaan ini pada abad ke-18; menamakan pemikiran Plato sebagai lawan materialisme Epicurus (Resse:243).
            Idiealisme mempunyai argumen epistemologi tersendiri. Oleh karena itu tokoh-tokoh teisme yang mengajarkan bahwa materi bergantung pada spirit tidak disebut idealis karena mereka tidak menggunakan argumen epistemologi yang digunakan oleh idealisme, mereka yang menggunakan argumen yang mengatakan bahwa “objek-objek fisik pada akhirnya adalah ciptaan tuhan” argumen orang-orang idealis mengatakan bahwa objek-objek fisik tidak dapat dipahami terlepas dari spirit.

D. IDEALISME THEIST
            Pada zaman modern ternyata masih ada “turunan langsung” Anselemus Dan Agustinus (filosof abad tengah), yaitu Pascal. Pemikirannya tentang tuhan dan manusia hampir merupakan fotokopi pemikiran Anselemus Dan Agustinus. Kan juga mengakui tuhan dalam filsafatnya. Tapi, Tuhan ia temukan dengan cara berbeda dari pascal.

E. EMPIRISISME
            Empirisisme adalah fahaman yang menganggap bahawa ilmu berpuncak dari pengalaman yang diperolehi melalui deria. Ilmu juga diberi pengwajaran atau justifikasi dengan merujuk kepada bukti dari pengalaman deria. Jadi, dari kedua-dua segi, yaitu dari segi sumber ilmu, dan juga dari segi menentukan kesahihan ilmu, pengalaman dari deria memainkan peranan yang penting di dalam fahaman empirisisme.
            Tugas epistemologi golongan empirisis ialah untuk memberikan satu penjelasan tentang bagaimana ilmu, khususnya ilmu yang bercorak canggih dan menyeluruh, boleh terbit dari pengalaman yang diperoleh melalui deria. Tokoh empirisis ini pada abad ke 18 adalah John Locke dan David Hume.

F. PRAGMATISME
            Istilah Pragmatisme berasal dari kata Yunani pragma yang berarti perbuatan (action) atau tindakan (practice). Isme di sini sama artinya dengan isme-isme lainnya, yaitu berarti aliran atau ajaran atau paham. Dengan demikian Pragmatisme itu berarti ajaran yang menekankan bahwapemikiranitumenurutitindakan. Pragmatisme memandang bahwa kriteria kebenaran ajaran adalah “faedah” atau “manfaat”. Suatu teori atau hipotesis dianggap oleh Pragmatisme benar apabila membawa suatu hasil. Dengan kata lain, suatu teori itu benar kalau berfungsi (if it works). Dengan demikian Pragmatisme dapat dikategorikan ke dalam pembahasan mengenai teori kebenaran (theory of truth), sebagaimana yang nampak menonjol dalam pandangan Wil¬liam James, terutama dalam bukunya The Meaning of The Truth (1909).
Kebenaran menurut James adalah sesuatu yang terjadi pada ide, yang sifatnya tidak pasti. Sebelum seseorang menemukan satu teori berfungsi, tidak diketahui kebenaran teori itu. Atas dasar itu, kebenaran itu bukan sesuatu yang statis atau tidak berubah, melainkan tumbuh dan berkembang dari waktu ke waktu. Kebenaran akan selalu berubah, sejalan dengan perkem¬bangan pengalaman, karena yang dikatakan benar dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya. Dan aliran ini hanya menghasilkan penderitaan pedih bagi umat manusia.

G. EKSISTENSIALISME
            Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang pahamnya berpusat pada manusia individu yang bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara mendalam mana yang benar dan mana yang tidak benar. Sebenarnya bukannya tidak mengetahui mana yang benar dan mana yang tidak benar, tetapi seorang eksistensialis sadar bahwa kebenaran bersifat relatif, dan karenanya masing-masing individu bebas menentukan sesuatu yang menurutnya benar.
            Dalam studi sekolahan filsafat eksistensialisme paling dikenal hadir lewat Jean-Paul Sartre, yang terkenal dengan diktumnya “human is condemned to be free”, manusia dikutuk untuk bebas, maka dengan kebebasannya itulah kemudian manusia bertindak.
            Namun, menjadi eksistensialis, bukan harus menjadi seorang yang lain-daripada-yang-lain, sadar bahwa keberadaan dunia merupakan sesuatu yang berada diluar kendali manusia, tetapi bukan membuat sesuatu yang unik ataupun yang baru yang menjadi esensi dari eksistensialisme. Membuat sebuah pilihan atas dasar keinginan sendiri, dan sadar akan tanggung jawabnya dimasa depan adalah inti dari eksistensialisme. Sebagai contoh, mau tidak mau kita akan terjun ke berbagai profesi seperti dokter, desainer, insinyur, pebisnis dan sebagainya, tetapi yang dipersoalkan oleh eksistensialisme adalah, apakah kita menjadi dokter atas keinginan orangtua, atau keinginan sendiri.



BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
·         Renaissance lebih merupakan gerakan kebudayaan daripada aliran filsafat.
·         Rasionalisme lebih menfokuskan pada sikap mereka terhadap cara kerja apriori dan Aposteriori dalam filsafat dan ilmu pengetahuan.
·         Idialisme adalah doktrin yang mengajarkan dunia fisik hanya dapat difahami dalam kebergantungannya pada jiwa.
·         Pada zaman modern ternyata masih ada “turunan langsung” Anselemus Dan Agustinus (filosof abad tengah), yaitu Pascal.
·         Paham Empirisisme adalah fahaman yang menganggap bahawa ilmu berpuncak dari pengalaman yang diperolehi melalui deria.
·         Pragmatisme adalah aliran pemikiran yang memandang bahwa benar tidaknya suatu ucapan, dalil, atau teori, semata-mata bergantung kepada berfaedah atau tidaknya ucapan, dalil, atau teori tersebut bagi manusia untuk bertindak dalam kehidupannya.
·         Eksistensialisme adalah aliran filsafat yg pahamnya berpusat pada manusia individu yang bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara mendalam mana yang benar dan mana yang tidak benar.
·         Eksistensialisme adalah salah satu aliran besar dalam filsafat, khususnya tradisi filsafat Barat.

B. Saran
            Bagi para pembaca dan rekan-rekan yang lainnya, jika ada Kritik dan saran yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi perbaikan dan kesempurnaan Makalah kami. Jadikanlah makalah ini sebagai sarana yang dapat mendorong para mahasiswa/i berfikir aktif dan kreatif.

DAFTAR PUSTAKA
http://www.Albantani.com.
From Rene’ Descartes. “ Meditations, “ in Descartes Philosophical Writing, translade by Kemp Smith, The Modern Library, New York, 1958

1 komentar: