BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada abad pertengahan, hegemoni antara akal dan iman
benar-benar tidak seimbang. Pada abad itu akal kalah total dan iman menang
mutlak. Abad ini telah mempertontonkan kelambanan kemajuan manusia, padahal
manusia itu sudah membuktikan bahwa ia sanggup maju dengan cepat.
Abad ini juga telah dipenuhi lembaran hitam berupa pemusnahan orang-orang yang berfikir kreatif, karena pemikirannya berlawanan atau berbeda dengan pikiran tokoh gereja. Abad ini tidak saja lamban, lebih dari itu secara pukul rata filsafat mundur pada abad ini jangankan menambah, menjaga warisan sebelumnya pun abad ini tidak mampu.
Abad ini juga telah dipenuhi lembaran hitam berupa pemusnahan orang-orang yang berfikir kreatif, karena pemikirannya berlawanan atau berbeda dengan pikiran tokoh gereja. Abad ini tidak saja lamban, lebih dari itu secara pukul rata filsafat mundur pada abad ini jangankan menambah, menjaga warisan sebelumnya pun abad ini tidak mampu.
Banyak orang yang jengkel melihat dominasi Gereja. Mereka
ingin segera mengakhiri dominasi itu. Akan tetapi, mereka khawatir mengalami
nasib yang sama dengan kawan-kawannya yang telah dikirim ke akhirat. Sekalipun
demikian ada juga pemberani, yang sanggup melawan arus deras itu. Orang itu
adalah Rene Descarates.
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulis
adalah untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah Filsafat, selain itu juga ada
beberapa tujuan diantaranya :
- Mengetahui lebih jauh tentang
Akal Dan Hati Pada Zaman Modern
- Untuk menambah wawasan dan
pengalaman kami sebagai mahasiswa/ i.
C. Pembatasan Masalah
Karena keterbatasan waktu,
pikiran dan tenaga maka kami membatasi tentang Akal dan Hati Pada Zaman Modern
D. Tekhnik Pengumpulan
Data
Teknik pengumpulan data
yang kami lakukan yaitu studi literature.
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulsian
yang kami lakukan terdiri dari :
- Bab I. Pendahuluan meliputi
Latar Belakang Masalah, Tujuan Penulis, Pembatasan masalah, Teknik
pengumpulan data dan Sistematika penulisan.
- Bab II. Akal dan Hati Pada
Zaman Modern terdiri dari Renaissance, Rasionalisme, Idealisme objektif,
Idealisme theist, Empirisisme, Pragmatisme, Eksistensialisme.
- Bab III. Penutup terdiri dari
Kesimpulan dan Saran.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
RENAISSANCE
Renaissance berarti “lahir kembali”. Pengertian rilnya
adalah manusia mulai memiliki kesadaran-kesadaran baru yang mengedepankan nilai
dan keluhuran manusia. Suasana dan budaya berpikirnya memang melukiskan
“kembali” kepada semangat awali, yaitu semangat filsafat Yunani kuno yang
mengedepankan penghargaan terhadap kodrat manusia itu sendiri.
Jaman ini lebih merupakan gerakan kebudayaan daripada
aliran filsafat. Keluhuran dan kehebatan manusia tampak dalam ungkapan-ungkapan
seni hasil karya manusia.
Politik tidak lagi dipikirkan dalam kaitannya dengan iman
dan agama, tetapi dengan politik itu sendiri, sebab politik mempunyai etika dan
moralnya sendiri. Etika politik adalah etika kekuasaan, artinya tunduk pada
pertimbangan-pertimbangan kestabilan dan keselamatan negara, bangsa,
pemerintahan dan kekuasaan.
Bila abad pertengahan memegang teguh konsep ilmu
pengetahuan sebagai rangkaian argumentasi, jaman renaissance merombaknya dengan
paham baru, yaitu bahwa ilmu pengetahuan itu adalah soal eksperimentasi.
Pembuktian kebenaran bukan lagi pembuktian argumentatif, melainkan
eksperimental-matematis-kalkulatif. Tokoh-tokohnya antara lai: Galileo Galilei,
Hobbes, Newton, Bacon.
Boleh disimpulkan bahwa jaman renaissance adalah jaman
pendobrakan manusia untuk setia dan konstan dengan jati dirinya. Jaman ini
sekaligus menggulirkan semangat baru yang menghebohkan, terutama dalam
hubungannya dengan karya seni, ilmu pengetahuan, sastra dan aneka kreativitas
manusia yang lain. Di sini filsafat memegang fungsinya yang baru yaitu
meletakkan dasar-dasar bangunan pengembangan aneka ilmu alam/ pasti yang merintis
hadirnya tekhnologi-tekhnologi seperti yang kita nikmati sekarang ini.
B. RASIONALISME
Istilah rasionalisme di ambil dari kata dasar “ratio”
(Latin) atau “ratiolism “(Inggris) yang berarti akal budi. Sedangkan
rasionalisme berarti suatu pandangan filosofis yang menekankan penalaran atau
refleksi sebagai dasar untuk mencari kebenaran.
Rene Descartes adalah tokoh yang pertama kali meletakkan
dasar teori rasional dalam wacana filsafat Modern, terutama pada kesadaran budi
(akal/rasio) sebagai upaya pencapaian kebenaran (antoposentris). Menurutnya,
rasio menjadi sumber dan pangkal segala pengertian, sedangkan budi memegang
pimpinan dalam segala pengertian.
Berpangkal pada sumber rasio, aliran ini berpangaruh
besar terhadap perkembangan pemikiran tokoh-tokoh filsafat sesudahnya,
diantaranya di Prancis Blaisc Pascal (1623-1662M), Baruch Spinoza di Netherland
(1632- 1677M), dan Libnis (1646-1716) di Jerman. Walaupun corak pemikirannya
berbeda menurut sudut pandang masing-masing, akan tetapi substansi teorinya yang
digunakan sebagai landasan hipotesisnya tetap tunggal yakni rasio.
Tahap awal rasionalisme yang ditandai oleh empat tokoh
besar di atas, lebih menfokuskan pada sikap mereka terhadap cara kerja apriori
dan Aposteriori dalam filsafat dan ilmu pengetahuan. Baru pada abad Ke- 20-an
cara kerja maupun dasar teoritis ilmu-ilmu di soroti lebih tajam dalam lingkup
filsafat. Sebelumnya ilmu pengetahuan didekati dengan hukum dan aturan-aturan
yang ketat dan harus dirumuskan dalam suatu teori dari hasil observasi. Dengan
kata lain, mereka lebih memusatkan perhatiannya pada hubungan antara teori
dengan keterangan observasi, tanpa memperhatikan asal mula dan pertumbuhan
teori yang kompleks dalam kajian ilmiah.
Atas dasar ini, Imre Lakatos mencoba memberikan tawaran metode/teori
alternatif di dalam usaha menggarahkan teori sebagai struktur dan program riset
dan menentukan kriteria tentang rasionalitas.
C. IDEALISME OBJEKTIF
Di dalam filsafat, idialisme adalah doktrin yang
mengajarkan dunia fisik hanya dapat difahami dalam kebergantungannya pada jiwa (mind), spirit (roh), istilah ini diambil dari
“idea” yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Keyakinan in ada Plato. Pada
filsafat modern pandangan ini mula-mula kelihatan pada George Berkeley
(1685-1753), yang menyatakan hakikat objek-objek fisik adalah idea-idea.
Leibniz menggunakan permulaan ini pada abad ke-18; menamakan pemikiran Plato
sebagai lawan materialisme Epicurus (Resse:243).
Idiealisme mempunyai argumen epistemologi tersendiri.
Oleh karena itu tokoh-tokoh teisme yang mengajarkan bahwa materi bergantung
pada spirit tidak disebut idealis karena mereka tidak menggunakan argumen
epistemologi yang digunakan oleh idealisme, mereka yang menggunakan argumen
yang mengatakan bahwa “objek-objek
fisik pada akhirnya adalah ciptaan tuhan” argumen orang-orang idealis
mengatakan bahwa objek-objek fisik
tidak dapat dipahami terlepas dari spirit.
D. IDEALISME THEIST
Pada zaman modern ternyata masih ada “turunan langsung”
Anselemus Dan Agustinus (filosof abad tengah), yaitu Pascal. Pemikirannya
tentang tuhan dan manusia hampir merupakan fotokopi pemikiran Anselemus Dan
Agustinus. Kan juga mengakui tuhan dalam filsafatnya. Tapi, Tuhan ia temukan
dengan cara berbeda dari pascal.
E. EMPIRISISME
Empirisisme adalah fahaman yang menganggap bahawa ilmu
berpuncak dari pengalaman yang diperolehi melalui deria. Ilmu juga diberi
pengwajaran atau justifikasi dengan merujuk kepada bukti dari pengalaman deria.
Jadi, dari kedua-dua segi, yaitu dari segi sumber ilmu, dan juga dari segi menentukan
kesahihan ilmu, pengalaman dari deria memainkan peranan yang penting di dalam
fahaman empirisisme.
Tugas epistemologi golongan empirisis ialah untuk
memberikan satu penjelasan tentang bagaimana ilmu, khususnya ilmu yang bercorak
canggih dan menyeluruh, boleh terbit dari pengalaman yang diperoleh melalui
deria. Tokoh empirisis ini pada abad ke 18 adalah John Locke dan David Hume.
F. PRAGMATISME
Istilah Pragmatisme berasal dari kata Yunani pragma yang
berarti perbuatan (action) atau tindakan (practice). Isme di sini sama artinya
dengan isme-isme lainnya, yaitu berarti aliran atau ajaran atau paham. Dengan
demikian Pragmatisme itu berarti ajaran yang menekankan bahwapemikiranitumenurutitindakan.
Pragmatisme memandang bahwa kriteria kebenaran ajaran adalah “faedah” atau
“manfaat”. Suatu teori atau hipotesis dianggap oleh Pragmatisme benar apabila
membawa suatu hasil. Dengan kata lain, suatu teori itu benar kalau berfungsi
(if it works). Dengan demikian Pragmatisme dapat dikategorikan ke dalam
pembahasan mengenai teori kebenaran (theory of truth), sebagaimana yang nampak
menonjol dalam pandangan Wil¬liam James, terutama dalam bukunya The Meaning of
The Truth (1909).
Kebenaran menurut James adalah sesuatu yang terjadi pada ide, yang sifatnya tidak pasti. Sebelum seseorang menemukan satu teori berfungsi, tidak diketahui kebenaran teori itu. Atas dasar itu, kebenaran itu bukan sesuatu yang statis atau tidak berubah, melainkan tumbuh dan berkembang dari waktu ke waktu. Kebenaran akan selalu berubah, sejalan dengan perkem¬bangan pengalaman, karena yang dikatakan benar dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya. Dan aliran ini hanya menghasilkan penderitaan pedih bagi umat manusia.
Kebenaran menurut James adalah sesuatu yang terjadi pada ide, yang sifatnya tidak pasti. Sebelum seseorang menemukan satu teori berfungsi, tidak diketahui kebenaran teori itu. Atas dasar itu, kebenaran itu bukan sesuatu yang statis atau tidak berubah, melainkan tumbuh dan berkembang dari waktu ke waktu. Kebenaran akan selalu berubah, sejalan dengan perkem¬bangan pengalaman, karena yang dikatakan benar dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya. Dan aliran ini hanya menghasilkan penderitaan pedih bagi umat manusia.
G. EKSISTENSIALISME
Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang pahamnya berpusat pada manusia individu yang bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa
memikirkan secara mendalam mana yang benar dan mana yang tidak benar.
Sebenarnya bukannya tidak mengetahui mana yang benar dan mana yang tidak benar,
tetapi seorang eksistensialis sadar bahwa kebenaran bersifat relatif, dan
karenanya masing-masing individu bebas menentukan sesuatu yang menurutnya
benar.
Dalam studi sekolahan
filsafat eksistensialisme paling dikenal hadir lewat Jean-Paul Sartre,
yang terkenal dengan diktumnya “human
is condemned to be free”, manusia dikutuk untuk bebas, maka dengan
kebebasannya itulah kemudian manusia bertindak.
Namun, menjadi eksistensialis, bukan harus menjadi
seorang yang lain-daripada-yang-lain, sadar bahwa keberadaan dunia merupakan
sesuatu yang berada diluar kendali manusia, tetapi bukan membuat sesuatu yang
unik ataupun yang baru yang menjadi esensi dari eksistensialisme. Membuat
sebuah pilihan atas dasar keinginan sendiri, dan sadar akan tanggung jawabnya
dimasa depan adalah inti dari eksistensialisme. Sebagai contoh, mau tidak mau
kita akan terjun ke berbagai profesi seperti dokter, desainer, insinyur,
pebisnis dan sebagainya, tetapi yang dipersoalkan oleh eksistensialisme adalah,
apakah kita menjadi dokter atas keinginan orangtua, atau keinginan sendiri.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
·
Renaissance lebih
merupakan gerakan kebudayaan daripada aliran filsafat.
·
Rasionalisme lebih
menfokuskan pada sikap mereka terhadap cara kerja apriori dan Aposteriori dalam
filsafat dan ilmu pengetahuan.
·
Idialisme adalah doktrin
yang mengajarkan dunia fisik hanya dapat difahami dalam kebergantungannya pada
jiwa.
·
Pada zaman modern
ternyata masih ada “turunan langsung” Anselemus Dan Agustinus (filosof abad
tengah), yaitu Pascal.
·
Paham Empirisisme adalah
fahaman yang menganggap bahawa ilmu berpuncak dari pengalaman yang diperolehi
melalui deria.
·
Pragmatisme adalah aliran
pemikiran yang memandang bahwa benar tidaknya suatu ucapan, dalil, atau teori,
semata-mata bergantung kepada berfaedah atau tidaknya ucapan, dalil, atau teori
tersebut bagi manusia untuk bertindak dalam kehidupannya.
·
Eksistensialisme adalah
aliran filsafat yg pahamnya berpusat pada manusia individu yang bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa
memikirkan secara mendalam mana yang benar dan mana yang tidak benar.
·
Eksistensialisme adalah
salah satu aliran besar dalam filsafat, khususnya tradisi filsafat Barat.
B. Saran
Bagi para pembaca dan rekan-rekan yang lainnya, jika ada Kritik
dan saran yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi perbaikan dan
kesempurnaan Makalah kami. Jadikanlah makalah ini sebagai sarana yang dapat
mendorong para mahasiswa/i berfikir aktif dan kreatif.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.Albantani.com.
From Rene’ Descartes. “ Meditations, “ in Descartes
Philosophical Writing, translade by Kemp Smith, The Modern Library, New York, 1958
terimakasih postingannya. Keren abis!
BalasHapus