BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan sudah sepatutnya menentukan masa depan suatu negara. Bila visi
pendidikan tidak jelas, yang dipertaruhkan adalah kesejahteraan dan kemajuan
bangsa. Visi pendidikan harus diterjemahkan ke dalam
sistem pendidikan yang
memiliki sasaran jelas, dan tanggap terhadap masalah-masalah bangsa. Karena itu, perubahan dalam subsistem pendidikan merupakan suatu hal yang sangat wajar, karena kepedulian untuk menyesuaikan perkembangan yang disesuaikan dengan perkembangan zaman. dengan lahirnya orde barudan tumpasnya pemberontakan PKI, maka mulailah suatu era baru dalam usaha menempatkan pendidikan sebagai suatu usaha untuk menegakkan cita-cita proklamasi 17 agustus 1945. Banyak usaha-usaha yang memerlukan kerja keras dalam rangka untuk mewujudkan suatu sistem pendidikan yangb betul-betul sesuai dengan tekad orde baru sebagai orde pembangunan. Namun pada masa inipun pendidikan belum dikatakan berhasil sepenuhnya, maka pada masa berikutnya yaitu masa reformasi diperlukan adanya pembenahan, baik dalam bidang kurikulum, dimana kurikulum harus ditinjau paling sedikit lima tahun.
memiliki sasaran jelas, dan tanggap terhadap masalah-masalah bangsa. Karena itu, perubahan dalam subsistem pendidikan merupakan suatu hal yang sangat wajar, karena kepedulian untuk menyesuaikan perkembangan yang disesuaikan dengan perkembangan zaman. dengan lahirnya orde barudan tumpasnya pemberontakan PKI, maka mulailah suatu era baru dalam usaha menempatkan pendidikan sebagai suatu usaha untuk menegakkan cita-cita proklamasi 17 agustus 1945. Banyak usaha-usaha yang memerlukan kerja keras dalam rangka untuk mewujudkan suatu sistem pendidikan yangb betul-betul sesuai dengan tekad orde baru sebagai orde pembangunan. Namun pada masa inipun pendidikan belum dikatakan berhasil sepenuhnya, maka pada masa berikutnya yaitu masa reformasi diperlukan adanya pembenahan, baik dalam bidang kurikulum, dimana kurikulum harus ditinjau paling sedikit lima tahun.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana
pendidikan pada masa orde baru?
3. Apa kurikulum yang digunakan pada
masa reformasi?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk
mengetahui bagaimana pendidikan pada masa orde baru.
2. Untuk
mengetahui bagaimana pendidikan pada masa reformasi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENDIDIKAN PADA MASA ORDE BARU
Orde baru berlangsung dari tahun 1968 hingga 1998, dan dapat dikatakan
sebagai era pembangunan nasional. Dalam bidang pembangunan pendidikan,
khususnya pendidikan dasar, terjadi suatu loncatan yang sangat signifikan
dengan adanya Instruksi Presiden (Inpres) Pendidikan Dasar. Namun, yang
disayangkan adalah pengaplikasian inpres ini hanya berlangsung dari segi
kuantitas tanpa diimbangi dengan perkembangan kualitas. Yang terpenting pada
masa ini adalah menciptakan lulusan terdidik sebanyak-banyaknya tanpa
memperhatikan kualitas pengajaran dan hasil didikan.
Pelaksanaan pendidikan pada masa orde baru ternyata banyak menemukan
kendala, karena pendidikan orde baru mengusung ideologi “keseragaman” sehingga
memampatkan kemajuan dalam bidang pendidikan. EBTANAS, UMPTN, menjadi seleksi
penyeragaman intelektualitas peserta didik.
Pada pendidikan orde baru kesetaran dalam pendidikan tidak dapat diciptakan
karena unsur dominatif dan submisif masih sangat kental dalam pola pendidikan
orde baru. Pada masa ini, peserta didik diberikan beban materi pelajaran yang
banyak dan berat tanpa memperhatikan keterbatasan alokasi kepentingan dengan
faktor-faktor kurikulum yang lain untuk menjadi peka terhadap
lingkungan. Beberapa hal negatif lain yang tercipta pada masa ini adalah:
1. Produk-produk
pendidikan diarahkan untuk menjadi pekerja. Sehingga, berimplikasi pada
hilangnya eksistensi manusia yang hidup dengan akal pikirannya (tidak
memanusiakan manusia).
2. Lahirnya
kaum terdidik yang tumpul akan kepekaan sosial, dan banyaknya anak muda yang
berpikiran positivistik
3. Hilangnya
kebebasan berpendapat.
Pemerintah orde
baru yang dipimpin oleh Soeharto megedepankan motto “membangun manusia
Indonesia seutuhnya dan Masyarakat Indonesia”. Pada masa ini seluruh
bentuk pendidikan ditujukkan untuk memenuhi hasrat penguasa, terutama untuk
pembangunan nasional. Siswa sebagai peserta didik, dididik untuk menjadi
manusia “pekerja” yang kelak akan berperan sebagai alat penguasa dalam
menentukan arah kebijakan negara. Pendidikan bukan ditujukan untuk
mempertahankan eksistensi manusia, namun untuk mengeksploitasi intelektualitas
mereka demi hasrat kepentingan penguasa.
Kurikulum-kurikulum
yang digunakan pada masa orde baru yaitu sebagai berikut:
1. Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok
pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Muatan materi
pelajaran bersifat teoritis, tidak mengaitkan dengan permasalahan faktual di
lapangan.
Pada masa ini siswa hanya berperan sebagai pribadi yang masif, dengan hanya
menghapal teori-teori yang ada, tanpa ada pengaplikasian dari teori tersebut.
Aspek afektif dan psikomotorik tidak ditonjolkan pada kurikulum ini. Praktis,
kurikulum ini hanya menekankan pembentukkan peserta didik hanya dari segi
intelektualnya saja.
2. Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efektif dan
efisien berdasar MBO (management by objective). Metode, materi, dan
tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional
(PPSI), yang dikenal dengan istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana
pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci menjadi :
tujuan instruksional umum (TIU), tujuan instruksional khusus (TIK),
materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi.
Pada kurikulum ini peran guru menjadi lebih penting, karena setiap guru
wajib untuk membuat rincian tujuan yang ingin dicapai selama proses
belajar-mengajar berlangsung. Tiap guru harus detail dalam perencanaan
pelaksanaan program belajar mengajar. Setiap tatap muka telah di atur dan
dijadwalkan sedari awal. Dengan kurikulum ini semua proses belajar mengajar
menjadi sistematis dan bertahap.
3. Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 mengusung “process skill approach”. Proses
menjadi lebih penting dalam pelaksanaan pendidikan. Peran siswa dalam kurikulum
ini menjadi mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga
melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student
Active Leaming (SAL). CBSA memposisikan guru sebagai fasilitator,
sehingga bentuk kegiatan ceramah tidak lagi ditemukan dalam kurikulum ini. Pada
kurikulum ini siswa diposisikan sebagai subjek dalam proses belajar mengajar.
Siswa juga diperankan dalam pembentukkan suatu pengetahuan dengan diberi
kesempatan untuk mengemukakan pendapat, bertanya, dan mendiskusikan sesuatu.
4. Kurilukum 1994
Kurikulum 1994 merupakan hasil upaya untuk memadukan kurikulum-kurikulum
sebelumnya, terutama kurikulum 1975 dan 1984. Pada kurikulum ini bentuk opresi
kepada siswa mulai terjadi dengan beratnya beban belajar siswa, dari muatan
nasional sampai muatan lokal. Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan
daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan
lain-lain.
Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesak agar
isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Akhirnya, Kurikulum 1994 menjelma
menjadi kurikulum super padat. Siswa dihadapkan dengan banyaknya beban belajar
yang harus mereka tuntaskan, dan mereka tidak memiliki pilihan untuk menerima
atau tidak terhadap banyaknya beban belajar yang harus mereka hadapi.
B. PENDIDIKAN PADA MASA REFORMASI
Era reformasi telah memberikan ruang yang cukup besar bagi perumusan
kebijakan-kebijakan pendidikan baru yang bersifat reformatif dan revolusioner.
Bentuk kurikulum menjadi berbasis kompetensi. Begitu pula bentuk pelaksanaan
pendidikan berubah dari sentralistik (orde lama) menjadi desentralistik. Pada
masa ini pemerintah menjalankan amanat UUD 1945 dengan memprioritaskan anggaran
pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan belanja negara.
“Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh
persen (20%) dari anggaran pendapatan dan belanja negara, serta dari anggaran
pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan
pendidikan nasional.
Dengan didasarkan oleh UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah,
yang diperkuat dengan UU No. 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan pusat
dan daerah, maka pendidikan digiring pada pengembangan lokalitas, di mana
keberagaman sangat diperhatikan. Masyarakat dapat berperan aktif dalam
pelaksanaan satuan pendidikan.
Pendidikan di era reformasi 1999 mengubah wajah sistem pendidikan Indonesia
melalui UU No 22 tahun 1999, dengan ini pendidikan menjadi sektor pembangunan
yang didesentralisasikan. Pemerintah memperkenalkan model “Manajemen Berbasis
Sekolah”. Sementara untuk mengimbangi kebutuhan akan sumber daya manusia yang
berkualitas, maka dibuat sistem “Kurikulum Berbasis Kompetensi”.
Memasuki tahun 2003 pemerintah membuat UU No.20 tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional menggantikan UU No 2 tahun 1989., dan sejak saat itu
pendidikan dipahami sebagai:
“usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan Negara.
pendidikan di masa reformasi juga belum sepenuhnya dikatakan berhasil.
Karena, pemerintah belum memberikan kebebasan sepenuhnya untuk mendesain
pendidikan sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan lokal, misalnya penentuan
kelulusan siswa masih diatur dan ditentukan oleh pemerintah. Walaupun telah ada
aturan yang mengatur posisi siswa sebagai subjek yang setara dengan guru, namun
dalam pengaplikasiannya, guru masih menjadi pihak yang dominan dan mendominasi
siswanya, sehingga dapat dikatakan bahwa pelaksanaan proses pendidikan
Indonesia masih jauh dari dikatakan untuk memperjuangkan hak-hak siswa.
Ada beberapa kesalahan dalam pengelolaan pendidikan pada masa ini, telah
melahirkan hasilnya yang pahit yakni:
1. Angkatan
kerja yang tidak bisa berkompetisi dalam lapangan kerja pasar global.
2. Birokrasi
yang lamban, korup dan tidak kreatif.
3. Masyarakat
luas yang mudah bertindak anarkis.
4. Sumberdaya
alam (terutama hutan) yang rusak parah.
5. Hutang
Luar Negeri yang tak tertanggungkan.
6. Merajalelanya
tokoh-tokoh pemimpin yang rendah moralnya.
Adapun kurikulum-kurikulum yang dipakai pada masa reformasi yaitu sebagai
berikut:
a. Kurikulum Berbasis Kompetensi
Pada pelaksanaan kurikulum ini, posisi siswa kembali ditempatkan sebagai
subjek dalam proses pendidikan dengan terbukanya ruang diskusi untuk memperoleh
suatu pengetahuan. Siswa justru dituntut untuk aktif dalam memperoleh
informasi. Kembali peran guru diposisikan sebagai fasilitator dalam perolehan
suatu informasi.
Kegiatan pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi,
sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang
memenuhi unsur edukatif. Hal ini mutlak diperlukan mengingat KBK juga memiliki
visi untuk memperhatikan aspek afektif dan psikomotorik siswa sebagai subjek
pendidikan. Berikut karakteristik utama KBK, yaitu:
1) Menekankan
pencapaian kompetensi siswa, bukan tuntasnya materi.
2) Kurikulum
dapat diperluas, diperdalam, dan disesuaikan dengan potensi siswa (normal,
sedang, dan tinggi).
3) Berpusat
pada siswa.
4) Orientasi
pada proses dan hasil.
5) Pendekatan
dan metode yang digunakan beragam dan bersifat kontekstual.
6) Guru bukan
satu-satunya sumber ilmu pengetahuan.
7) Buku
pelajaran bukan satu-satunya sumber belajar.
8) Belajar
sepanjang hayat;
9) Belajar
mengetahui (learning how to know),
10) Belajar
melakukan (learning how to do),
11) Belajar
menjadi diri sendiri (learning how to be),
12) Belajar
hidup dalam keberagaman (learning how to live together).
b. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006
Secara umum KTSP tidak jauh berbeda dengan KBK namun perbedaan yang
menonjol terletak pada kewenangan dalam penyusunannya, yaitu mengacu pada
desentralisasi sistem pendidikan. Pemerintah pusat menetapkan standar
kompetensi dan kompetensi dasar, sedangkan sekolah dalam hal ini guru dituntut
untuk mampu mengembangkan dalam bentuk silabus dan penilaiannya sesuai
dengan kondisi sekolah dan daerahnya.
Jadi pada kurikulum ini sekolah sebagai satuan pendidikan berhak untuk
menyusun dan membuat silabus pendidikan sesuai dengan kepentingan siswa dan
kepentingan lingkungan. KTSP lebih mendorong pada lokalitas pendidikan. Karena
KTSP berdasar pada pelaksanaan KBK, maka siswa juga diberikan kesempatan untuk
memperoleh pengetahuan secara terbuka berdasarkan sistem ataupun silabus yang
telah ditetapkan oleh masing-masing sekolah.
Dalam kurikulum ini, unsur pendidikan dikembalikan kepada tempatnya semula
yaitu unsur teoritis dan praksis. Namun, dalam kurikulum ini unsur praksis
lebih ditekankan dari pada unsur teoritis. Setiap kebijakan yang dibuat oleh
satuan terkecil pendidikan dalam menentukan metode pembelajaran dan jenis mata
ajar disesuaikan dengan kebutuhan siswa dan lingkungan sekitar.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan, bahwa pada masa orde baru
pendidikan hanya berlangsung dari segi kuantitas tanpa diimbangi dengan
perkembangan kualitas. Yang terpenting pada masa ini adalah menciptakan lulusan
terdidik sebanyak-banyaknya tanpa menghasilkan kualitas pengajaran dan hasil
didikan. Adapun kurikulum yang digunakan pada masa ini yaitu kurikulum 1968,
kurikulum 1975, kurikulum 1984 dan kurikulum 1994. Namun pendidikan pada masa
berikutnya pada masa orde baru belum dikatakan berhasil sepenuhnya, maka pada
masa berikutnya masa reformasi diperlukan adanya pembenahan-pembenahan, baik
dalam bidang kurikulum maupun dari segi tenaga pengajarnya. Kurikulum yang
dipakai pada era reformasi ini yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
B.
Saran
Keberhasilan
Belajar adalah Indikator yang dijadikan sebagai tolak ukur dalam menyatakan
bahwa suatu proses belajar mengajar dapat dikatakan berhasil, maka dari itu
saya mohon maaf bila ada kesalahan baik itu disengaja maupun tidak disengaja.
Kritik dan saran teman-teman sangat ditunggu.
DAFTAR PUSTAKA
Yamin, Moh.
2009. Menggugat Pendidikan Indonesia. Jogjakarta: Ar Ruz.
ok, bagus ya postingannya
BalasHapusterimakasih kontennya
BalasHapusberdikary